KECEMBURUAN
ALLAH TERHADAP PENYEMBAHAN BERHALA DAN PATUNG
MENURUT KELUARAN 20:4
STT SEAPIN-STAPIN MAJALENGKA
Lingk
Pasir Asih No. 802-821 Majalengka-Wetan
Email : deborasianipar5@gmail.com
ABSTRACK
In the Old Testament,
the jealousy of God is always in the context of worshipping idols. The second
commandment clearly prohibits the worshipping of statues for this reason, that
God is jealous. This article is based on Exodus 20:4-6, and its purpose is to
understand the meaning of God’s jealousy with respect to the worship of idols
and its implications in the lives of believers. Now, the summary of this
article is firstly: the jealousy of God in respect to idolatry says that God
cannot be represented in any shape or form whatsoever because the jealousy of
God says that He is a God who is Holy. As such, only God Himself should be
worshipped by believers. Secondly, the jealousy of God in respect to idolatry
says that there is to be no other object of worship other than God because the
worship of idols signifies spiritual adultery that results in the jealousy of
God. Because of this, believers must reject all forms of idolatry. Thirdly,
idolatry brings about the jealousy of God because of God’s faithful covenant
with His people. Thus, the jealousy of God should become the foundation of
worship to God. Fourthly, the jealousy of God in relation to idolatry brings
about judgment because the jealousy of God says that He is just when giving
judgment as a consequence for worshipping idols. Fifthly, the jealousy of God
in relation to idolatry says that God loves His people and at the same time
says that God is just in giving blessings to those who love Him. The love of
God underlies the relationship God has with His people. As such, love also
becomes the foundation of the relationship believers have with God.
Key words:
Jealousy of God, worship, idolatry, and , Exodus 20:4.
Pendahuluan
Ketika
Allah membawa bangsa Israel keluar dari Mesir ke Sinai, untuk memberi mereka
hukum Taurat dan perjanjian-Nya, kecemburuan-Nya merupakan salah satu fakta
yang Ia ajarkan tentang diri-Nya, “Aku, Tuhan, Allahmu adalah Allah yang
cemburu” (Kel. 20:5). Bahkan dalam pertemuan kembali di atas gunung Sinai,
Allah dengan jelas mengatakan kepada Musa, “TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan,
adalah Allah yang cemburu” (Kel. 34:14). Menarik bahwa kecemburuan Allah ini
pertama kali muncul dan dicatat dalam kitab Keluaran. Di sinilah untuk pertama
kalinya Allah menyatakan bahwa Ia adalah Allah yang cemburu. Dalam Perjanjian
Lama, kecemburuan Allah itu selalu dikaitkan dengan penyembahan berhala. Dalam
tulisannya, Nizzim Amzallag menjelaskan bahwa kecemburuan Allah merupakan
atribut utama Allah yang penting dan menjadi elemen dasar dalam Perjanjian Lama
mengenai Allah.[1]
Demikian juga J. I. Packer menyatakan bahwa referensi Musa tentang kecemburuan
Allah berkaitan dengan salah satu bentuk penyembahan berhala atau yang lain.[2]
Secara spesifik hal ini terlihat
Jangan
membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau
yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan
sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu,
adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya,
kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,
tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang
mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.[3]
Kecemburuan
Allah selalu muncul berkaitan dengan penyembahan kepada patung. Frank E.
Gaebelein menuliskan bahwa kata cemburu yang digunakan kepada Allah selalu
dijelaskan paralel antara penyembahan berhala dan perzinaan.[4]
Allah secara tegas tidak mau adanya penyembahan kepada berhala. Menarik bahwa
George Arthur Buttrick kemudian menjelaskan tentang alasan Allah menentang
penyembahan berhala yaitu bahwa alasan yang paling kuat dan pribadi mengapa
orang Israel diperintahkan “jangan ada allah lain” ialah bahwa
penyembahan berhala membangkitkan kecemburuan Allah.[5]
Sejak Allah dan bangsa Israel mengikat perjanjian di gunung Sinai maka Israel
menjadi milik Allah sehingga Israel harus menyembah Allah sendiri dan Israel
dilarang menyembah berhala. Dalam situasi pada masa kini, tidak dapat
dipungkiri bahwa penyembahan berhala itu masih ada. David Orton menuliskan
bahwa kegagalan umat Allah sepanjang sejarah adalah penyembahan berhala yaitu
penyembahan terhadap ilah-ilah asing.[6]
Walaupun dalam kenyataannya memang berhala yang dimaksud tidak lagi sama
seperti pada zaman bangsa Israel. Jerry Bridges menjelaskan dalam bukunya
Respectable Sins Membereskan Dosa-Dosa Yang Kita Toleransi
Kita
bukan sedang menyembah berhala-berhala dari kayu, logam, dan batu pada masa
kini. Masalah kita adalah apa yang oleh sebagian orang disebut “berhala-berhala
hati.” Dalam pengertian ini, sebuah berhala dapat berarti apa saja yang sangat
kita junjung tinggi yang cenderung menyerap energi emosional dan mental kita,
atau waktu sumber daya kita. Atau berhala dapat berupa apa saja yang kita
dahulukan di atas relasi kita dengan Allah[7].
Penyembahan
berhala pada masa kini memiliki model berhala yang berbeda yang disebut berhala
modern yang menghalangi relasi yang seharusnya antara Allah dengan manusia. Hal
inilah yang mengakibatkan kecemburuan Allah bangkit terhadap umat-Nya. Menarik
karena konsep mengenai kecemburuan Allah ini seringkali disalahmengerti oleh
orang percaya. Memang dari kata “cemburu” sendiri bisa menimbulkan banyak
penafsiran, yang bisa membuat orang salah memahami tentang kecemburuan Allah.
Berdasarkan asal kata Ibrani, kata yang digunakan untuk cemburu adalah qin’a.
Kata qin’a berarti suatu perasaan tidak senang terhadap seseorang yang memiliki
sesuatu, yang tidak dimiliki sendiri.[8]
Kata inilah yang digunakan untuk menggambarkan sikap Rahel yang cemburu
terhadap kakaknya (Kej. 30:1). Dalam bagian lain seperti dalam Amsal 27:4, kata
cemburu ini menggambarkan keburukan, dan dalam Amsal 14:30 kata cemburu yang
digunakan diterjemahkan dengan iri hati. Berdasarkan arti kata tersebut, orang
percaya kadangkala salah berpikir tentang Allah yang cemburu bahwa kecemburuan
Allah itu sama halnya dengan manusia. Apalagi kecemburuan Allah sering
dikaitkan dengan hukuman oleh karena murka-Nya yang bangkit. Sehingga pemahaman
yang benar mengenai arti kecemburuan Allah sangat dibutuhkan serta alasan
mengapa kecemburuan Allah ini selalu berkaitan dengan penyembahan berhala.
Makna Allah Cemburu
Kata
“cemburu” dalam Perjanjian Lama diterjemahkan dari kata dasar dalam bahasa
Ibrani qannā. Pengertian dasar qanna adalah “menjadi merah pada wajah”.[9]
Kata qannā adalah kata yang berarti cemburu (jealous).[10]
Sebagai kata kerja, qannā digunakan untuk menyatakan atau menunjukkan suatu
perasaan yang kuat di mana subjek sangat menginginkan sesuatu aspek atau
kepemilikan dari objek.[11]
Berasal dari kata qin’a aslinya ialah menyala, kemudian berarti warna merah
yang kelihatan pada wajah seseorang yang diliputi perasaan membara, lalu
perasaan tidak senang terhadap seseorang yang memiliki sesuatu, yang tidak
dimiliki sendiri.[12]
Sebagai kata benda, kecemburuan menggambarkan suatu kekuatan semangat yang
bernyala-nyala,
perasaan
yang sangat kuat, dan emosi atau perasaan hati yang melebihi kemarahan dan
murka seseorang.[13]
Hal yang menarik adalah kata “jealous” (qanna) ini digunakan hanya untuk Tuhan,
terdapat hanya lima kali dalam Perjanjian Lama dan pertama kali muncul di
Keluaran 20:5 dan dijelaskan paralel antara penyembahan berhala dan perzinaan.[14]
Kata ini tidak dipakai dalam arti atau implikasi yang jelek. Dalam suatu
terjemahan Yahudi, kata impassioner yang dipakai, yaitu Tuhan berperasaan dalam
atau bersemangat.[15]
Hal ini juga berarti perasaan yang lain, yaitu keinginan untuk menjaga dan
mempertahankan supaya jangan hilang, apa yang dimilikinya sendiri. Dalam
pengertian ini, Allah disebut juga cemburu (Kel. 34:14), sebab Dia
mempertahankan hak-Nya sebagai Satu-satunya yang boleh disembah, dan tidak akan
memberikan kemuliaan-Nya kepada orang lain (Yes. 42: 8). Sebagai mempelai
Israel yang setia Ia menuntut supaya mereka setia terhadap Dia.[16]Kamus
Webster memberikan definisi untuk kata “cemburu” yaitu khawatir kehilangan
pengabdian yang eksklusif, tidak toleransi terhadap persaingan atau
ketidaksetiaan, memusuhi seseorang yang dipercaya untuk menikmati sebuah
keuntungan, dan waspada untuk menjaga apa yang menjadi miliknya.[17]
Keempat aspek kecemburuan ini jelas dalam Keluaran 20:5. Allah memiliki
perhatian yang mendalam, semangat untuk tidak kehilangan pengabdian eksklusif
yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya kepada-Nya. Allah juga tidak
menoleransi persaingan atau ketidaksetiaan. Ia juga bermusuhan terhadap
berhala-berhala yang menikmati keuntungan dari pengabdian yang seharusnya
menjadi milik Allah. Bahkan Ia memusuhi orang-orang yang bertahan dalam
ketidaksetiaan mereka kepada-Nya. Dan Allah juga waspada terhadap apa yang
menjadi milik-Nya yaitu pengabdian dengan setia ditunjukkan oleh orang percaya
di hadapan Allah. Berdasarkan studi akar kata Ibrani Kuno untuk kata qannā
terdapat penjelasan yang kaya dan mendalam mengenai Allah cemburu. Jeff A.
Benner menjelaskan dalam Ancient Hebrew Research Center bahwa penulisan Ibrani
kuno ditulis dalam bentuk gambar atau simbol. Jadi, dengan memahami gambar itu
akan memberikan pemahaman bagaimana mereka menggunakan dan maksud dari kata
tersebut. Setiap simbol itu memiliki
Arti
tersendiri. Kata qannā dibentuk dari “Q” yang merupakan simbol matahari terbit
dan terbenam. Bagi orang Ibrani, matahari mengumpulkan terang pada sunset dan
gelap pada subuh. Matahari terbit dan terbenam dimengerti sebagai perputaran
bumi. Arti simbol ini adalah matahari berputar mengakibatkan berkumpulnya
terang dan gelap. “N” adalah simbol dari benih. Benih dimengerti sebagai
permulaan kehidupan bagi induk tanaman. Dari situlah secara terus menerus
menghasilkan banyak tanaman yang lain. Arti simbol itu adalah bersambungnya
kehidupan dari sebuah benih. Digabungkan menjadi “QeN” yang merupakan simbol
dari mengumpulkan benih-benih. Sesuai dengan budayanya, sebelum seekor burung
meletakkan telur-telurnya, ia terlebih dahulu pergi mencari dan mengumpulkan bahan-bahan
untuk membangun sarangnya. Arti simbol ini adalah pengumpulan bahan-bahan untuk
membuat sarang bagi benih yaitu telurnya Dan digabungkan lagi menjadi “Qa-Neh”
yang artinya membuat sarang. Simbol ini disebut sebagai pembuat sarang, seperti
burung. Hal yang menarik dalam Kejadian, Allah dikatakan bereshyit: Allah
adalah pencipta (qaneh) langit dan bumi. Di saat orang melihat bahwa Allah
menciptakan dari tidak ada menjadi ada, orang-orang Ibrani melihat Allah
seperti burung yang pergi mencari dan mengumpulkan bahanbahan untuk membuat
sarang (qen), yaitu langit dan bumi. Orang-orang Ibrani memandang manusia
sebagai anak (telur) yang untuknya Allah membangun sarang.[18]
Selanjutnya muncullah kata qannā. Arti simbol ini adalah untuk melindungi. Akar
kata ini adalah to guard (sering diartikan cemburu). Seekor burung menjaga
telur-telurnya yang masih baru dengan cemburu dan akan mempertahankannya dari
musuh dan mencegah burung yang lain untuk masuk ke sarang. Jadi, dengan
penggabungan simbol tersebut dapat dimengerti dengan lebih baik bahwa inilah
gambaran bahasa Ibrani dalam menjelaskan Allah yang cemburu di Keluaran 20:5.
Sama seperti seekor burung yang melindungi telur-telurnya dari pemangsa
(perbuatan, bukan hanya emosi) demikian juga Tuhan menjaga anakanak-Nya di
sarang dan melindungi mereka dari pemangsa-pemangsa yaitu ilah-ilah yang lain.
Jadi, maksud Allah cemburu adalah Ia ingin melindungi apa yang menjadi
milik-Nya dan Ia tidak mau disaingi oleh siapapun atau ciptaan-Nya berpaling
kepada siapapun termasuk kepada ilah-ilah yang lain. Dia ingin agar
anak-anak-Nya hidup dalam pemeliharaan-Nya.
Makna Konteks Kecemburuan Allah
Terhadap Penyembahan Berhala Berdasarkan Keluaran 20:4
Allah Tidak Dapat
Direpresentasikan dalam Bentuk Apapun (20:4)
“Jangan
membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau
yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.”
Berdasarkan
analisis ayat di atas, maka yang menjadi makna konteks dari ayat 4 yaitu bahwa
Allah tidak dapat direpresentasikan dalam bentuk apapun. Perintah kedua ini
dengan tegas melarang usaha bangsa Israel untuk mencoba merepresentasikan Allah
baik dalam bentuk yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah,
atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Hal itu jelas akan membawa bangsa
Israel ke dalam penyembahan berhala. Ini sebenarnya berkaitan jelas dengan
kepercayaan disekitar bangsa Israel yang menyembah berhala dan memiliki suatu
bentuk kelihatan yang disembahnya. Bahkan kehidupan bangsa Israel sebelumnya di
Mesir memberikan pengaruh yang besar akan kepercayaan-kepercayaan kepada
berhala. Termasuk ketika mereka dalam hal ini sementara disiapkan Allah untuk
menuju tanah perjanjian di mana daerah Kanaan pada waktu itu sangat erat dan
kental akan penyembahan berhala. Itulah sebabnya sejak awal bangsa Israel
diingatkan agar menyembah Allah saja dan tidak berusaha untuk merepresentasikan
Allah, ataupun menyembah allah-allah lain sehingga mereka tidak akan terjebak
dalam penyembahan berhala.
Berdasarkan
arti kata, patung yang dimaksud bukan hanya patung yang dipahat atau dituang
saja (graven image) tetapi gambarannya pun (idol) baik yang kelihatan maupun
yang tidak kelihatan. Tafsiran Alkitab Masa Kini menuliskan bahwa perintah
kedua ini ditujukan terhadap penyembahan berhala, dan bersifat umum, termasuk
usaha menggambarkan Allah atau gambaran patung berhala makhluk-makhluk ciptaan.
Hal-hal semacam itu merendahkan harkat Allah sebagai sang Pencipta dan makhluk
ciptaan yang memuja mereka. Sementara kenyataan yang dilihat oleh bangsa Israel
secara langsung di gunung Sinai bahwa tidak ada kelihatan bentuk atau
keserupaan apapun dari Allah: hanya kedengaran suatu suara.74 Alasan kenapa
dilarang yaitu karena memang tidak ada gambaran apapun yang dapat menggambarkan
Allah. Charles John Ellicot menguraikan bahwa:
“Apa yang dilarang dalam hukum kedua adalah
penyembahan kepada Allah dalam bentuk materi. Hal itu memaksakan ke-Ilahian
Yehovah. Sementara hampir di seluruh dunia kuno, jarang ada satu bangsa atau
suku yang tidak ‘membuat bagi mereka’ gambaran dari dewanya, dan menganggap
gambaran itu sendiri sebagai takhyul penghormatan, dalam bangsa Yahudi sendiri
ini adalah praktik yang dilarang. Tidak akan ada suatu kemiripan yang bisa
dibuat dari Dia, tidak ada representasi apapun yang bisa menggambarkan konsep
dari semua pemisahan atas keadaan, esensi spiritual-Nya.”
Oleh sebab itulah bangsa Israel dilarang untuk
membuat patung (pesel). Sebagaimana dari kata pesel tersebut menunjukkan usaha
manusia yang mencoba untuk membuat representasi dari Allah. Allah melarang
bangsa Israel membuat berbagai bentuk pahatan untuk menggambarkan diri-Nya atau
sebagai fokus pengganti diri-Nya. Karena tidak ada satupun yang dapat menyamai
diri-Nya (Yes 40:25; 42:8). Patung-patung apapun yang dibuat tidak akan
mencukupi gambaran eksistensi dan esensi diri-Nya.
Penjelasan
dalam ayat 4b, “yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah,
atau yang ada di dalam air di bawah bumi,” tidak melarang perhiasanperhiasan
pada umumnya, tetapi melarang usaha untuk mewakili Tuhan dalam bentuk seekor
hewan, burung dan sebagainya. Perhiasan-perhiasan demikian, sama seperti
patung, menjadi sumber pencobaan yang besar. Bukan hanya sifat Tuhan yang salah
dimengerti, tetapi orang mulai beribadah kepada Allah-Allah lain. Pencobaan
demikian nyata bagi orang Israel yang tinggal di tengah orang-orang Kanaan.
Dengan mudah mereka percaya bahwa allah-allah orang Kanaan itu akan menjamin
panen yang lebih baik jika mereka beribadah kepadanya. Namun tidak ada toleransi
dari Tuhan terhadap allah-allah itu, sebab Dia adalah Allah mereka yang
tunggal, satu-satu-Nya dan tidak membiarkan mereka mengikuti allah yang lain. Alasan
ini jelas karena tidak ada gambaran apapun yang dapat menggambarkan atau
menyamai atau merepresentasikan Allah. Hukum ini menunjukkan bahwa Allah tidak
bisa disembah di bawah bentuk dari setiap representasi materi apapun, apakah
itu hasil dari plastik atau patung seni. Itu bukan hanya mengalihkan pikiran
akan pengetahuan tentang ke-Ilahian Allah yang suci, tetapi tak dapat diragukan
akan membuat diri mereka menjadi objek dari pemujaan itu dan juga menyebabkan
naiknya praktik-praktik sensual. Tafsiran Wycliff menuliskan alasan dasar
perintah ini adalah mengingatkan bahwa Allah adalah Roh sehingga tidak dapat
dipahami sebagai yang dibuat menurut rupa manusia ataupun menurut rupa suatu
makhluk ciptaan lain.Keberadaan-Nya sebagai Roh merupakan inti mengapa Allah
tidak dapat direpresentasikan dan menjelaskan bagaimana seharusnya menyembah
Allah yaitu menyembah Dia dalam Roh bukan dalam materi representasi apapun.
Tidak seorang pun yang dapat memahami dengan sempurna tentang kesempurnaan
Allah ataupun dapat menggambarkan satu pun kemiripan-Nya.
Kesimpulan
Berdasarkan seluruh uraian artikel ini, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai kecemburuan Allah terhadap penyembahan berhala dalam Keluaran 20:4 yaitu kecemburuan Allah terhadap penyembahan berhala menyatakan bahwa Allah tidak dapat direpresentasikan dalam bentuk apapun karena kecemburuan Allah ini menyatakan bahwa Ia adalah Allah yang kudus. Dengan demikian, hanya Allah satu-satunya yang harus disembah oleh orang percaya. Kedua, kecemburuan Allah terhadap penyembahan berhala menyatakan bahwa tidak boleh ada objek penyembahan yang lain selain kepada Allah karena penyembahan kepada berhala menandakan perzinaan rohani yang mengakibatkan kecemburuan Allah. Oleh karena itu, orang percaya harus menolak segala bentuk penyembahan berhala. Ketiga, penyembahan kepada berhala mendatangkan kecemburuan Allah karena kecemburuan Allah ini menyatakan kesetiaan-Nya atas perjanjian dengan umat-Nya. Dengan demikian, kecemburuan Allah seharusnya menjadi dasar dari penyembahan kepada Allah. Keempat, kecemburuan Allah atas penyembahan berhala mendatangkan hukuman karena kecemburuan Allah menyatakan keadilan-Nya dalam hal pemberian hukuman sebagai konsekuensi bagi penyembah berhala. Kelima, kecemburuan Allah atas penyembahan berhala menyatakan bahwa Allah mengasihi umat-Nya dan sekaligus menyatakan keadilan Allah dalam hal pemberian berkat bagi yang mengasihi-Nya. Kasih Allah mendasari hubungan-Nya dengan umat-Nya, dengan demikian kasih juga menjadi dasar hubungan orang percaya dengan Tuhan.
[1] . Nizzim Amzallag, “Furnace
Remelting as the Expression of YHWH’s Holiness: Evidence from the Meaning of
qannā͗( קנא ( in the Divine Context” Journal of Biblical Literature. Vol. 134
No. 2 (2015): 233.
2 J. I. Packer, Knowing God, Tuntunan Praktis Untuk Mengenal Allah (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2008), 216.
[3]. Keluaran 20:4-6, TB
[4] . Frank E. Gaebelein, The
Expositor’s Bible Commentary With The New Internasional Version Volume 2 (Grand
Rapids, Michigan: Zoncervan Publishing House, 1990), 486.
[5]. George Arthur Buttrick, The Interpreter’s
Dictionary Of The Bible An Illustrate Encyclopedia In Four Volumes (New York,
Nashville: Abingdon Press, 1962), s.v. “Idolatry” David Orton, Ular-ular Dalam
Gereja (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2005), 70.
[6] . Jerry Bridges, Respectable
Sins Membereskan Dosa-dosa yang Kita Toleransi (Bandung: Pionir Jaya, 2008),
195-196.
[7]. Jerry Bridges, Respectable Sins Membereskan
Dosa-dosa yang Kita Toleransi (Bandung: Pionir Jaya, 2008), 195- 196.
[8]
. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Jilid 1 A-L, s.v. “cemburu
[9] . The Interpreter’s Dictionary
of the Bible (New York: Abingdon Press), s.v. qanna.
[10] . James Strong, Strong
Exhaustive Concordance of the Bible, Reference Library Edition (Iowa Falls,
Iowa: World Bible Publishers, n.d), s.v qanna.
[11]. Wordstudy, e-Sword-the Sword of
the Lord with an electronic edge, s. v. qanna.
[12]. J. D. Douglas, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid 1 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1992), 213.
[13].
Wordstudy, e-Sword-the Sword of the Lord with an electronic edge, s. v. qina.
[14]
. Frank E. Gaebelein, The
Expositor’s Bible Commentary With The New Internasional Version Volume 2 (Grand
Rapids, Michigan: Zoncervan Publishing House, 1990), 486
[15]
. Robert Paterson, Kitab Keluaran (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2006), 263
[16]
J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 (Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 1992), 213.
[17]. W. T. Harris & F. Sturges Allen,
Webster’s New Internasional Dictionary of the English Languange (Springfield,
Mass., USA: G & C Merriam Company, 1915), s.v. jealous.
[18]
Ibid
Komentar
Posting Komentar